Trip ke Beijing dan Tianjin yang "berdarah-darah"

Akhir Ramadhan tahun 2019 ini saya dan keluarga melakukan perjalanan singkat ke Beijing dan Tianjin. Kami berangkat tanggal 30 Mei 2019 dari Palembang ke Tianjin transit di Singapore menggunakan maskapai Scoot. Pulangnya kami melalui jalur dan maskapai yang sama pada tanggal 4 Juni 2019.

Begitu sampai di Tianjin setelah penerbangan delay 2 jam, ternyata koper saya tidak ada...Usut punya usut, koper saya tertinggal di Singapore. Haduuuh padahal isinya ada makanan sama baju suami dan anak-anak. Alhamdulillah representative Scoot, Mr. Garrison, sangat membantu dalam pengurusan bagasi hilang saya. Daaaan yang paling penting, dia bisa bahasa Inggris dan bagus pula logatnya...maklum di China jarang yang bisa bahasa Inggris.

Setelah urusan koper beres, kami ditemani Mr. Garrison menuju tempat bis jarak jauh yang akan membawa kami ke Beijing. Ketika ditanyakan ke bagian informasi, ternyata bis jarak jauh menuju Beijing yang langsung dari Bandara Tianjin sudah tidak ada lagi. Jadi kami harus naik subway ke kota dulu baru naik kereta cepat ke Beijing.

Dari bandara Tianjin ke kota naik subway silakan pilih line warna kuning (nomor 2) lalu berhenti di station Tianjinzhan, yang akan berhenti di Tianjin Railway Station. Biayanya hanya 3 yuan per orang (anak-anak gratis). Sesampainya di sana, kami mencari tempat penjualan tiket kereta cepat tujuan Beijing. Antriannya lumayan panjang. Untuk turis, harus pakai paspor ya. Anak-anak gratis tapi tidak dapat tempat duduk. Biayanya 57,5 yuan untuk second class. Second class aja udah bagus banget keretanya. Perjalanan memakan waktu 35 menit saja dan berhentinya di Beijing South Railway Station. Ingat ya...bukan Beijing Railway Station.

Sesampainya di Beijing South Railway Station, kami memilih moda transportasi taksi untuk mencapai hotel. Ternyataaaa antrian taksinya panjang mengular, persis antrian wahana transformer di Universal Studio Singapore. Pas sudah antri setengah jam, ternyata (lagi) kursi roda papa tidak muat di bagasi taksinya. Itu bagasi kecil banget deh, taksinya merek Hyundai soalnya. Jadi kita ditolak naik taksi. Bisa bayangkan ga tuh? Akhirnya kami balik kanan, masuk lagi ke stasiun untuk naik subway.
Perlu diingat ya, setiap masuk stasiun baik subway atau stasiun kereta besar maka barang bawaan kita harus dimasukkan ke mesin scanner dan tubuh kita diperiksa oleh security.

Kami menginap di Beijing Yuanjia Apartment di Dongzhong street nomor 40. Jadi kalau naik subway turun di line 2 station Dongzhi sinshitiao exit B. Di dekatnya ada 2 restoran halal. Yang satu buka 24 jam (kami tidak coba) dan satunya tidak 24 jam (kami mencoba sate dombanya...enaaak).


Hari ke-1

Perjalanan hari pertama kami isi dengan trip ke Great Wall of China alias tembok besar China. Saya memesan bis pulang pergi dan tiket masuk melalui Klook.com. Lokasi meeting point-nya ternyata sangat dekat dengan apartemen jadi kami tinggal jalan kaki saja menyeberang jalan. Guidenya mampu berbahasa inggris dengan baik sehingga kami tidak kesulitan selama trip.




Kami membeli tiket cable car pulang pergi karena ada papa yang berkursi roda sehingga tidak memungkinkan untuk mencoba Toboggan atau cable way.

Perjalanan ke tembok cina diawali dengan jalan kaki yang menanjak....sangat menanjak, sambil mendorong papa di kursi roda. Itu benar-benar ujian di bulan puasa karena kami juga tetap berpuasa selama perjalanan ini.



Keletihan menuju puncak terbayarkan setelah kami sampai di atas. Memang tidak bisa berjalan jauh mencapai tower-tower berikutnya karena ada papa, tapi kami sudah sangat menikmati situasinya yang dikelilingi pegunungan hijau. Kondisi sedang tidak terlalu ramai jadi masih nyaman untuk duduk-duduk ngobrol.





Perjalanan diakhiri pukul 16.30 di lokasi meeting point tadi pagi.

Buka puasa di Beijing saat itu pukul 19.40 karena musim panas, subuhnya pukul 02.30 pagi...jadi puasanya panjaaang sekali. Alhamdulillah kami semua dimampukan puasa, kecuali papa yang kondisi badannya memang tidak memungkinkan untuk puasa.

Setelah berbuka, saya dan suami jalan-jalan ke Nan Luoguxiang. Sebuah daerah wisata berbentuk lorong kecil yang sisi-sisinya berjajar toko-toko kecil menjual makanan, suvenir, dan minuman segar. Sayang pas kami datang suasana hujan dan sebagian besar toko sudah tutup, jadi kami hanya bisa mampir ke satu dua toko saja. Untung masih ada toko suvenir yang buka, jadi kami bisa beli beberapa oleh-oleh di situ.







Hari ke-2

Saya, suami dan anak-anak pagi ini menuju Beijing Zoo untuk melihat panda. Papa dan mama memilih istirahat di hotel setelah kemarin menjelajahi tembok china.

Pandanya ada banyak di Beijing Zoo, tersebar di berbagai kandang sehingga bisa dipandangi dengan puas. Tidak berjejalan seperti di Tokyo Zoo yang hanya ada 1 papanya panda.

Kolam yang asri juga sangat menarik untuk dinikmati, dimana ada bebek berenang, burung-burung terbang, ada pelikan juga....pohon-pohon di sekitarnya rindang. Indah sekali.

Anak-anak sudah sering ke kebun binatang jadi mereka kali ini selektif, mau lihat buaya dan pinguin saja. Yang lain tidak usah karena sudah sering lihat.
Pinguinnya banyak sekali...berenang-renang bebas. Anak-anak puas melihatnya. Kalau buaya, cuma ada 2...anak-anak kecewa. Ya iyalah...buaya banyak di Indonesia hehehe...mending lihat di Ragunan saja.

Lokasi Beijing Zoo berdekatan dengan Beijing Planetarium. Jadi kami mampir sebentar untuk menemani kakak melihat planet di exhibition hall. Ternyata isinya kurang menarik ya, bagi saya lebih oke Taman Pintar di Yogyakarta.

Sesampainya di apartemen, saya menunggu kurir mengantarkan koper saya dari Tianjin. Janjian jam 2 siang, datangnya jam 4 sore. Walhasil rencana jalan-jalan ke Forbidden City jadi dibatalkan karena mereka tutup jam 4 sore sementara besoknya (hari senin) mereka libur. Jadi sore ini kami ke Tiananmen Square saja.
Rupanya kalau mau masuk Tiananmen Square harus menunjukkan paspor. Dan tidak ada yang bisa dilihat kecuali lapangan yang besar dan bangunan merah dengan foto Mao Zedong di depannya. Pas pula hujan turun ketika kami lagi asyik foto-foto, jadilah kami memilih pulang naik subway.


Hari ke-3

Jam 12 siang kami check out dari apartemen dan naik subway menuju Beijing Railway Station untuk naik kereta ke Tianjin. Ya, malam ini kami menginap di Tianjin karena pesawat kami berangkat dari Tianjin besok paginya.

Perjalanan dengan kereta jarak jauh (bukan kereta cepat) menghabiskan biaya yang lebih murah tapi juga waktu tempuh yang lebih lama. Biayanya 97 yuan untuk 4 dewasa dan 1 anak. Waktu tempuhnya 3 jam. Kereta berhenti sebentar di Tianjin Railway Station, sebelum lanjut ke tujuan akhir yang masih 20 jam lebih.

Dari Tianjin Railway Station, kami berjalan kaki 10 menit ke Jinjian Inn dekat Tianjin Railway Station.

Sore harinya, saya, suami, dan si kakak jalan-jalan ke tepi sungai Haihe. Tata kotanya bagus banget deh, itu tepian sungainya lapang, dikasih paving block, rapi....sungainya bersih. Enaaak banget buat nongkrong sore atau jogging sore.
Puas menikmati sungai Haihe, kami naik taksi ke Ancient cultural street. Biayanya 8 yuan saja. Sayang sudah terlalu sore jadi 90% tokonya sudah tutup. Yah...lagi-lagi gagal rencana belanja. Untung masih ada satu toko suvenir yang buka. Saya dapat 20 magnet dengan harga 6 yuan per buahnya. Itu sudah murah banget karena kemarinnya di Nan Luoguxiang harganya 10 yuan per buah.

Selanjutnya kami jalan kaki menuju Italian Street town yang isinya kafe-kafe bernuansa italia. Sepanjang perjalanan berjalan kaki, kami menyusuri Sungai Haihe lagi tapi di sisi yang berbeda. Rupanya hari Senin malam ini ramai sekali penduduk yang beraktivitas malam hari di situ. Sepanjang sungai sepert pedestrian walk, ada yang dansa bareng, ada yang aerobik bareng, ada yang senam militer, ada yang dansa pakai lagu india, dll. Seru banget lihatnya. Pemandangan malamnya juga cantik banget.

Saya lebih suka di Tianjin daripada di Beijing, karena menurut saya lebih ramah turis dan ramah disabilitas.


Komentar

Postingan Populer